Seperti halnya mata, indera pendengaran juga merupakan indera yang berharga bagi manusia. Untuk itulah, kita harus mencermati setiap perubahan pada indera pendengaran anak kita. Melalui pendengaran, manusia dapat memahami suara-suara yang ada di sekelilingnya.
Telinga bekerja dengan cara menghimpun suara-suara dari lingkungan yang diteruskan ke telinga melalui gendang telinga. Suara-suara ini akan menyebabkan gendang telinga bergetar, dan diteruskan ke otak lewat syaraf pendengaran, sehingga memungkinkan proses pendengaran berjalan dengan baik.
Proses pendengaran anak pada dasarnya sudah dimulai sejak dalam kandungan. Dimulai dengan terbentuknya alat pendengaran atau daun telinga dan telinga bagian dalam lainnya, banyak ahli mengatakan bahwa di dalam rahim pun janin sudah mulai ‘belajar’ mendengar suara.
Setelah lahir, pendengaran bayi kian sempurna. Bahkan dalam bulan-bulan pertama pun pendengarannya boleh dibilang sudah berjalan normal. Misalnya saja, ia sudah bereaksi terhadap suara-suara yang ada di sekelilingnya. Ketika orang tua memanggil nama anaknya, misalnya, maka reaksi bayi adalah mengarahkan pandangan matanya ke arah si pemanggil. Karena itu, rangsangan lingkungan mengenalkan berbagai suara dengan beragam intonasi akan sangat membantu anak, khususnya dalam hal bicara.
Namun, bila bayi tidak bereaksi terhadap suara-suara yang terjadi di sekelilingnya, maka orang tua harus mewaspadai kemungkinan adanya gangguan pendengaran. Berikut adalah faktor penyebab yang mungkin memicu terjadinya gangguan pendengaran bayi.
Faktor Terjadinya Gangguan Pendengaran Pada Bayi Baru Lahir
Ada sejumlah faktor risiko terkait munculnya gangguan pendengaran pada bayi baru lahir. Jika anak mengalami salah satu atau lebih dari indikasi berikut, sebaiknya lakukan pemantauan terhadap kesehatan pendengarannya setiap enam bulan sekali.
Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran, khususnya ketulian, secara permanen.
- Saat ibu hamil trimester pertama atau ketika lahir, bayi terkena infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo virus dan Herpes).
- Bayi lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram.
- Mengalami kondisi asfiksia berat, yaitu tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Asfiksia antara lain ditandai dengan bayi tidak menangis ketika lahir.
- Mendapat perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) dengan alat bantu hidup (ventilator) lebih dari 5 hari.
- Ada kelainan pada bentuk kepala bayi, bagian wajah, atau telinga.
- Pernah mendapatkan transfusi karena kadar bilirubin darahnya berlebihan.
- Bayi terkena ensefalitis (radang otak) atau meningitis (radang selaput otak).
Jika salah satu dari faktor diatas pernah dialami oleh bayi Anda, maka segera laporkan hal ini kepada dokter spesialis telinga agar dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pendengarannya.